Liberalisme
merupakan paradigma berfikir dan kebudayaan yang tengah menjadi mainstream
dunia. Dimana atmosfir pemikiran maupun konstelasi kemanusiaan kontemporer
didominasi paradigma liberal ini. Berbagai perubahan yang melahirkan
idiom-idiom global, seperti kebebasan pers, pasar bebas, serta demokrasi,
nampaknya tidak dapat dilepaskan dari liberalisme sebagai titik tolaknya.
Idiom-idiom tersebut secara imperatif memaksakan perubahan di berbagai kawasan
dunia, tidak hanya dalam hal tatanan politik dan ekonomi, melainkan juga pada
budaya, bahkan agama sekalipun.
Runtuhnya
komunisme yang kadang juga dimaknai sebagai kekalahan sosialisme yang pada
kurun modern berdiri sebagai pesaing politik utamanya di tingkat global maupun
domestik menempatkan liberalisme sebagai satu-satunya paradigma yang harus
“diimani” dan “diamini” seluruh negara, bangsa dan umat manusia. Peradaban
dunia seolah harus menerima tegaknya tata nilai kemanusiaan baru menggantikan
nilai-nilai tradisional yang berkembang sebelumnya, di mana liberalisme sebagai
pilar utamanya.
Dunia
pendidikan yang memiliki posisi strategis dalam struktur kebudayaan setiap
bangsa dengan sendirinya juga tidak luput dari keharusan menyesuaikan diri
dengan tuntutan liberalisasi. Padahal, liberalisme yang nota bene menjadi
penopang kemajuan Barat dengan berkembangnya sains, teknologisasi dan
industrialisasinya juga menyisakan penderitaan dan krisis kemanusiaan, hingga
menimbulkan respon keras dengan lahirnya sosialisme-komunisme. Sejarah
penjajahan di berbagai kawasan dunia sering kali juga dipandang sebagai
implikasi dari liberalisme yang mengambil wajah kapitalisme.
Melalui tulisan
ini diharapkan dapat ditelusuri sejauh mana implikasi liberalisme terhadap
pendidikan. Mengingat realitas sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa di
habitat aslinya,yakni Eropa, liberalisme juga menjadi penopang kemajuan di
berbagai aspek kehidupan, maka secara lebih spesifik tulisan ini juga diarahkan
dalam rangka penelusuran terhadap berbagai dampak positif dan negatifnya.
Sehingga tulisan ini diharapkan dapat membangun sikap kritis terhadapnya.[1]
Tiga Ideologi Besar:
Liberalisme, Komunisme, dan Sosialisme
1. Liberalisme.
Liberalisme
atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik
yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai
politik yang utama. Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu
masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi
para individu. Paham
liberalismemenolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.Di dalam paham liberalism ini
terdapat tiga nilai pokok utama yangmenjadikannya kuat yaitu life, liberty dan
property. Nilai-nilai yang terkandung dalamtiga hal tersebut dapat dilihat
sebagai berikutKepedulian pemerintahPemerintah
harus melakukan kegiatan
yang sudahdisetujui terlebih
dahulu oleh rakyat. Karena dalam
ideology
liberalismmendudukan rakyat sebagai
pemegang kekuasaan
tertinggi.Fungsi pemerintah dan negaraPemerintah dan
negara memiliki fungsi
sebagai pengawas dan
pemberi asehat serta menetapkan berbagai
aturan dan hukumyang
harus ditaati oleh
warganya. Jadi, warga negara akan merasa terlindungi dan
patokan antara benar dan salah jelas sehingga mudah untukmenyesuaikan diri.
2. Komunisme
Terlepas catatan
prestasinya dalam menghadapi
kapitalisme, sebagai sebuah
ideologi, komunisme ternyata
memiliki problem yang cukup serius terhadap persoalan
teologis. Ideologi komunisme secara
praktis menggiring penganutnya
untuk menjadi ateis.
Lebih dari itu,
doktrin-doktrin komunisme menciptakan
manusia yang membenci
bahkan cenderung memusuhi
agama. Marx menggambarkan kebenciannya terhadap agama
dalam ungkapannya yang
terkenal,“Religion is the
opium of the
masses” (Agama adalah
candu masyarakat).
Lenin, pasca
revolusi melakukan perampasan
properti dan diskriminasi
pada kelompok agama,
kaum gereja dan
kuil. Jika melakukan perlawanan, ia bahkan tidak segan membasmi mereka karena
dianggap kontra revolusi
melalui pasukan Cheka.5Joseph Stalin, sejak awal berkuasa
melarang keras kegiatan kegamaan karena
mengganggap agama sebagai
kelompok yang mengancam
dari dalam. Mao Zedong melarang segala jenis kegiatan agama dan
kepercayaan karena dianggap
pro feodalisme dan
kapitalisme. Di Indonesia,
ribuan umat Islam,
khususnya para kyai
dan santri di
daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, menjadi korban keganasan Partai
Komunis Indonesia (PKI)
dalam rentetan peristiwa
pemberontakan Madiun 1948. Benturan
antara PKI dan Islam bahkan terus terjadi hingga akhir
1966.
Komunisme
dan Kapitalisme, meski
keduanya saling bertentangan,
namun keduanya sama-sama lahir dari semangat. Renaissance peradaban Barat yang dilatarbelakangi
oleh kebencian mereka kepada agama.Dewasa ini muncul usaha-usaha sejumlah
kelompok yang ingin memutarbalikkan
fakta sejarah tentang
komunisme. Komunisme digambarkan
ulang sebagai “ideologi
baik” yang memperjuangkan kepentingan rakyat. TNI dan Nahdlatul Ulama
(NU), yang berhasil mematahkan
aksi-aksi anarkis PKI
tahun 1965, sebaliknya
justru dituduh sebagai pelaku
kejahatan HAM dan bertanggung jawab atas korban-korban yang jatuh dari pihak
PKI.
Mereka
bahkan dianggap sebagai alat negara-negara kapitalis untuk membersihkan
komunis.8Padahal perlawanan terhadap
PKI ketika itu
merupakan respons rakyat
Indonesia, khususnya umat
Islam, atas rangkaian
tindakan brutal PKI
semenjak pemberontakan 1926,
pemberontakan 1948, hingga pemberontakan 1965. Dengan kata lain,
pembersihan PKI tahun 1965-1966 adalah akibat dari ulah mereka
sendiri.9Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis ingin memaparkan
beberapa hal mendasar yang diharapkan mampu memberi pemahaman tentang akar
permasalah teologis dalam ideologi komunisme. Komunisme (communism) sebagaimana
yang kita pahami
sekarang merupakan istilah yang muncul sekitar tahun 1840-an. Istilah
ini merujuk kepada pergerakan sosial politik yang terjadi di Prancis.10Ia merupakan
sinonim dari sosialisme
ilmiah yang dirumuskan
oleh Marx dan
Engels. Penggunaan istilah
“komunisme” bertujuan sebagai pembeda antara gerakan sosialisme
ilmiah dengan sosialisme-sosialisme
sebelumnya yang masih
bersifat utopia.11 Komunisme
secara bahasa berarti
paham kebersamaan. Sebagai
satu istilah dari
pergerakan yang lahir
di Prancis, ia
diambil dari bahasa
Perancis “commune” (noun),12
semakna dengan kata “common” dalam bahasa Inggris, akar katanya dari bahasa
Latin “comun”, yang artinya publik,
3. Sosialisme
Sosialisme atau sosialis adalah paham
yang bertujuan membentuk negarakemakmuran dengan usaha kolektif yang produktif
dan membatasi milik perseorangan.Sosialisme dapat mengacu ke beberapa hal yang
berhubungan denganideologi ataukelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara.
Secara ringkas, Sosialisme adalah rasa perhatian, simpati dan empati antar
individu kepada individu lainnya tanpa memandangstatus. Sistem ekonomi
sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Semua aspek ekonomidianggap sebagai
milik bersama, tapi bukan berarti harus dimiliki secara sepanuhnyasecara
bersama, semua aspek ekonomi boleh dimiliki secara pribadi masing-masing,dengan
syarat boleh digunakan secara Sosialis, mirip dengan gotong-royong
sebenarnya.Sejak abad ke-19, sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang
berbeda,yaitu Anarkisme, Komunisme, Marhaenisme, Marxismedan Sindikalisme.
Negara yangmenganut paham sosialisme adalah Kuba dan Venezuela.[2]
Liberalism telah menjadi ideologi
dominan di dunia, memengaruhi sistem politik, ekonomi, budaya, hingga
pendidikan dengan nilai-nilai seperti kebebasan individu, demokrasi, dan pasar
bebas. Meskipun berhasil membawa kemajuan di Barat, liberalisme juga dituding
melahirkan ketimpangan, penjajahan, dan krisis kemanusiaan karena erat
kaitannya dengan kapitalisme. Sementara itu, komunisme muncul sebagai reaksi
terhadap ketidakadilan kapitalisme, namun justru menimbulkan persoalan teologis
karena cenderung ateistik dan represif terhadap agama, seperti yang terlihat
dalam praktik ideologi komunis di Uni Soviet, Tiongkok, dan kasus PKI di
Indonesia. Sosialisme hadir sebagai alternatif yang menekankan gotong royong,
kepemilikan kolektif, dan solidaritas sosial, tanpa menolak keberadaan agama.
Ketiga ideologi ini saling berkaitan dan memiliki dampak besar dalam membentuk
peradaban dunia modern.
Kontributor : Nur Janatul Laiia
Editor : Ahmad Robith
Komentar
Posting Komentar