Husnul Khatimah atau Khusnul Khatimah? Silaturahmi atau Silaturahim? Allah atau
Alloh? Bagaimanakah penulisan Insyaallah yang benar? Disambung, diputus,
ataukah dipanjangkan ‘a’-nya? Apakah berdosa menyingkat kata Subhanahu Wa
Ta’ala dan Shalallahu ‘Alaihi wasalam menjadi SWT atau SAW?
Contoh-contoh di atas adalah perdebatan yang sering kita temukan di media sosial. Uniknya, hal serupa tidak pernah kita temukan dalam kehidupan di masa sebelum adanya penggunaan media sosial. Lalu, manakah yang benar?
Tak Perlu Berdebat, Ini Soal Transliterasi
Perdebatan di atas bukanlah sesuatu yang penting, karena sejatinya
perdebatan itu masuk ke dalam masalah alih aksara atau transliterasi.
Transliterasi sendiri adalah penyalinan dengan penggantian huruf abjad dari
suatu bahasa ke abjad bahasa lain agar dapat dibaca dan dipahami oleh siapapun.
Umumnya transliterasi digunakan oleh berbagai bahasa yang memiliki huruf/karakter di luar aksara Latin untuk kemudian dilatinkan. Misalnya latinisasi bahasa Arab, Jawa, Mandarin, Sanskrit, dan lain sebagainya.
Siapakah Berhak Menentukan Transliterasi?
Adapun dalam penentuannya, mereka yang memiliki kewenangan atau otoritas
membuat pedoman transliterasi adalah para ahli linguistik atau profesor bahasa
yang tergabung di dalam dewan bahasa.
Di Indonesia, transliterasi untuk huruf bahasa Arab ke huruf Latin ditentukan oleh pemerintah yaitu Menteri Agama dan Mendikbud RI yang tertuang pada Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543b/U/1987.
Keakuratan Transliterasi untuk Kepentingan Akademik
Transliterasi digunakan secara terbatas pada kepentingan akademik (kampus)
atau karya-karya ilmiah yang serius seperti jurnal dan penelitian. Untuk penulisan kata yang lebih ringan dan non-akademik
misalnya artikel di media massa, pedoman kaidah penulisan serapan bahasa asing
umumnya menggunakan pedoman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Guna mempermudah penjelasan, mari cermati contoh berikut: penulisan kata Idul Adha memiliki format yang berbeda.
Transliterasi menulisnya sebagai ‘Id al-aḍḥa sementara alternatif dari
KBBI adalah Iduladha. Contoh lain, KBBI menulis Insyaallah, sedangkan
kaidah transliterasi menulis Insyā Allah.
Karena pemilik kewenangannya sudah diatur, maka dalam berbagai kasus apapun, seorang netizen bahkan seorang ustaz atau mubaligh kondang sekalipun tidak memiliki otoritas dalam menentukan manakah cara penulisan istilah bahasa Arab yang benar dari perdebatan di atas.
Berdosakah Jika Keliru?
Tidak dipungkiri bahwa perdebatan di atas dengan semangat menentukan
peristilahan bahasa Arab yang benar itu muncul seiring dengan naiknya semangat
keagamaan yang tekstual dan mengandalkan simbol-identitas daripada substansi. Tentu untuk penulisan kata serapan atau istilah dari bahasa
Arab ke bahasa Indonesia yang benar adalah yang sesuai dengan pedoman resmi
transliterasi ataupun KBBI.
Jika pun kemudian ditemukan kesalahan dalam penulisannya, maka tidak
berubah maknanya apalagi berdosa. Sebab kesalahan itu hanya berada pada tataran
akademik dan muamalah. Bukan kesalahan substantif yang diatur oleh syariat. Di luar penulisan akademik yang sejatinya tidak resmi
seperti ucapan, percakapan di whatsapp atau kolom komentar di media sosial,
maka nilai salah dan benar secara akademis itu justru lebih tidak berlaku.
Oleh sebab itu, maka kesalahan penulisan ataupun singkatan-singkatan yang digunakan dalam penulisan di luar teks akademik seperti penulisan ‘husnul khatimah’ atau ‘khusnul khatimah’, ‘In-shaa Allah’, ‘In syaa’ Allah’, atau ‘Insya Allah’ dan lain sebagainya tidak memberikan implikasi formil secara akademik apalagi secara moral (dosa) selain kepuasan hati dan kecocokan emosi semata. Prinsip utama (primer) dalam komunikasi sejatinya adalah tersampainya pesan secara timbal balik dari subjek kepada objek, bukan ketepatan artikulasi bunyi dan suara.
Kaidah Tata Bahasa Arab
Perlu diketahui bahwa Kaidah Tata Bahasa Arab atau Qowaa'idul Lughoh Al
Arobiyyah itu menggunakan huruf hijaiyah, bukan huruf abjad. Sedangkan
bahasa Arab yang ditulis dengan huruf abjad itu hanya transliterasi yang mana
di setiap belahan dunia akan berbeda penulisannya.
Contoh kasus pada kalimat Khusnul Khatimah, dalam bahasa Arab
ditulis dengan ( حسن الخاتمة ) dengan awalan huruf ( ح ). Memang benar dalam bahasa
Arab kalimat ( خسن
) dengan awalan huruf ( خ
) bermakna hina atau tidak baik tapi kalimat ini sendiri jarang atau hampir
tidak pernah dipakai, apalagi disandingkan dengan kata ( الخاتمة ). Yang sering dipakai untuk
akhir yang tidak baik adalah ( سوء الخاتمة ) atau Su'ul Khatimah.
Pada dasarnya sikap menyalahkan ini tidaklah diperlukan karena hanya masalah transliterasi dari tulisan arab yang menggunakan huruf hijaiyah ke tulisan huruf abjad. Lebih baik berprasangka baik saja bahwa yang mendoakan ini sedang bermaksud agar yang didoakan mendapat akhir yang baik bukan sebaliknya.
Problematika Transliterasi Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia di Sosial Media
Beberapa waktu lalu, di banyak platform sosial media, kolom komentar
Instagram, Facebook, Tiktok, dan sebagainya, masyarakat awam dihebohkan dengan
penulisan kata 'Khusnul Khatimah' adalah salah dan yang benar adalah 'Husnul
Khatimah'.
Saya menemukan banyak orang yang mempermasalahkan dan menyalahkan tulisan Khusnul
Khatimah. Menurut mereka penulisan ini salah dan yang benar adalah Husnul
Khatimah. Alasannya, Khusnul Khatimah bermakna 'akhir yang hina'
sedangkan Husnul Khatimah bermakna 'akhir yang baik'. Dikatakan, kalimat
ini biasanya digunakan umat Islam untuk mendoakan seseorang agar mendapatkan
akhir yang baik di akhir hidupnya.
Kalau kita bicara transliterasi tidak ada habisnya, terutama dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Masing-masing daerah mempunyai standar penulisan yang tepat untuk mewakili pelafalan yang pas. Kalimat 'Husnul' bisa saja dianggap tidak sesuai karena huruf H bisa berarti ( ه ) dalam bahasa Arab. Bisa saja ditulis Husnul Chatimah atau Chusnul Chatimah atau Khusnul Chatimah. Apa masih dipermasalahkan juga?
Kemajemukan Transliterasi Arab di seluruh Dunia
Kita ambil contoh transliterasi orang Somalia yang menulis ( ح ) dengan huruf X serta perpaduan
ejaan Bahasa Inggris. Sehingga bisa ditebak orang Somalia akan menuliskannya
seperti ini; 'Xosnool Khaatimah'.
Bahkan huruf 'ain ( ع
) dalam transliterasi Somalia adalah C, jadi kalau menulis kalimat ( آل عمران ) jadi Aali Cimraan,
dengan begitu apa anda tidak tambah kejang-kejang? Begitu pula orang Mesir,
mengucapkan kalimat yang mengandung awalan huruf ( ق ) diucapkan dengan huruf A
sehingga kalimat ( قلبي ) dilafalkan menjadi 'Albi' atau kalimat ( السقاف ) yang dilafalkan menjadi 'Assegaaf'.
Lebih lanjut, argumentasi untuk memperdebatkan peristilahan bahasa serapan
Arab itu juga problematik, karena di negara lainnya terdapat perbedaan dalam
cara penulisan peristilahan bahasa Arab. Di Turki, kata Mehmet merujuk
pada Muhammad. Sedangkan di Chechnya, Muhammad umumnya ditulis sebagai Magomed.
Apakah mereka ikut berdosa? Jawabannya tentu tidak.
Saya tidak tahu siapa yang awalnya memulai membuat masalah seperti ini,
sehingga ditiru oleh banyak sekali orang yang mungkin maksudnya baik tapi hanya
membebek, tanpa ilmu dan kurang mau menelaah. Akhirnya menjadi keributan
meskipun maksudnya baik, yaitu mengoreksi dalam mendoakan orang lain dengan
cara yang tidak tepat.
Masalah akan berkembang lagi apabila memasuki hal lain dengan begitu
banyaknya orang Indonesia yang memiliki nama dalam tulisan Khusnul Khotimah.
Padahal tujuan pemberian nama tersebut untuk mendoakan kebaikan kepada sang
anak. Jadi yang namanya Khusnul Khatimah, jangan
bersedih hati apalagi mau ganti akte kelahiran hanya karena nyinyiran
orang-orang ngawur ini. Insyaallah nama anda sudah benar dan nama yang
baik juga doa pemberian orang tua.
Berkaitan dengan Kaidah Tata Bahasa Arab atau Qowaa'idul Lughoh Al
Arobiyyah sudah ada pakem ilmunya sendiri, seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh,
dan sebagainya. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan transliterasi belaka. Jadi kapan kesalahan penulisan itu bisa berimplikasi salah
ataupun dosa? Jawabannya adalah ketika kesalahan itu terjadi pada saat kita
melakukan penulisan peristilahan di dalam bahasa aslinya. Misalnya ketika
sedang menulis ayat Alquran dengan bahasa Arab, kita menulis huruf Sin sebagai
Sad, alif sebagai ‘ain, atau kaf sebagai qaf. Di sanalah penilaian salah-benar
dan dosa itu baru bisa dilakukan.
Sampai disini apakah ada yang ingin menambahi kasus, seperti
mempermasalahkan kalimat Assalamu'alaikum yang tidak boleh disingkat
menjadi Ass karena dalam Bahasa Inggris berarti pantat? Hmm, kalau dalam
Bahasa Ibrani artinya apa ya? Apakah artinya Saya Yahudi? Kira-kira apa artinya
dalam Bahasa Spanyol?
Di lain waktu kita bahas Konspirasi Yahudi dalam motif anyaman kandang
ayam, okay?
Kontributor
: saiful mubarok
Editor : Wiwid Fitriyani
Design :
M Helmi Kurniawan
Terimakasih sudah memuat tulisan saya, Min. Salam 3B; Berkah, Barokah, Berkuah!!!
BalasHapus