Langsung ke konten utama

Ideologi Tauhid Era Kenabian Nabi Muhammad SAW: Pengamalan Sehari-hari dan Relevansi Masa Kini

 


Tauhid adalah prinsip dasar dalam Islam yang mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah, dipercaya, dan ditaati. Ideologi ini menjadi pondasi utama dakwah Nabi Muhammad SAW dalam membentuk masyarakat beriman, beradab, dan bebas dari kejahiliyahan. Tauhid tidak hanya sebatas keyakinan dalam hati, tetapi juga menjadi pandangan hidup yang mengarahkan seluruh perilaku, keputusan, dan cita-cita manusia.

Pengertian Tauhid

Secara bahasa, tauhid berarti mengesakan. Dalam istilah syariat Islam, tauhid bermakna meyakini keesaan Allah SWT dalam rububiyah-Nya (penciptaan, pemeliharaan), uluhiyah-Nya (hak untuk disembah), serta asma' dan sifat-Nya (nama dan sifat yang sempurna). Keyakinan ini menuntut bahwa segala bentuk penyembahan, ketaatan, dan pengabdian hanya boleh ditujukan kepada Allah. Seperti dikemukakan oleh Nurul Huda, "Tauhid adalah inti akidah Islam dan merupakan pondasi pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dalam membentuk masyarakat Madinah."

Pentingnya Tauhid

Tauhid adalah fondasi semua ajaran Islam. Seluruh amal ibadah bergantung pada kebenaran tauhid seseorang. Tanpa tauhid, amal sebaik apapun tidak akan diterima di sisi Allah. Oleh sebab itu, seruan pertama Nabi Muhammad SAW kepada kaumnya adalah, "La ilaha illallah" sebuah deklarasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.

Tauhid juga menjadi sumber kemerdekaan sejati, membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk, harta, atau hawa nafsu.

Perwujudan Tauhid dalam Era Kenabian

Pada masa Rasulullah SAW, tauhid tidak hanya diajarkan di masjid atau dalam forum keagamaan, melainkan dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Beberapa bentuk perwujudannya antara lain:

      Pengakuan Kesempurnaan Allah: Meyakini Allah sebagai satu-satunya yang Mahakuasa, tidak membutuhkan sekutu ataupun perantara.

      Ibadah Hanya kepada Allah: Segala bentuk ibadah dilakukan hanya untuk mencari ridha Allah semata, tanpa syirik.

      Menjaga Keikhlasan: Seluruh amal dan aktivitas diniatkan murni untuk Allah, bukan untuk mencari pujian atau pengakuan manusia.

      Kepercayaan Diri dan Keberanian: Keimanan kepada Allah memberikan kekuatan mental menghadapi tekanan dan ancaman, sebagaimana kaum Muslimin awal tetap bertahan meski minoritas.

      Menjauhi Segala Bentuk Syirik: Nabi Muhammad SAW memerangi berbagai bentuk penyimpangan tauhid, seperti penyembahan berhala, perdukunan, dan takhayul.

Jenis-jenis Tauhid

Tauhid dalam Islam dikategorikan menjadi tiga:

  1. Tauhid Rububiyah: Meyakini Allah sebagai satu-satunya Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara alam semesta.
  2. Tauhid Uluhiyah: Meyakini bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan ditaati dalam segala bentuk ibadah.
  3. Tauhid Asma wa Sifat: Meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan sunnah, tanpa menyerupakan-Nya dengan makhluk.

Dampak Tauhid dalam Kehidupan

Tauhid memiliki pengaruh yang mendalam terhadap kehidupan pribadi dan sosial seorang Muslim, di antaranya:

      Ketenangan Jiwa: Rasa tenang karena meyakini bahwa segala urusan diatur oleh Allah.

      Arah Hidup yang Jelas: Segala tujuan hidup ditujukan untuk menggapai ridha Allah, bukan sekadar duniawi.

      Pandangan Hidup yang Luas: Seorang mukmin bertauhid mampu berpikir global, tidak terkungkung dalam fanatisme sempit.

      Percaya Diri dan Optimisme: Bersandar kepada kekuatan Allah menjadikan seseorang lebih berani menghadapi ujian hidup.

Pengamalan Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam praktiknya, prinsip tauhid dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui:

      Melaksanakan Shalat dengan Khusyuk: Menyadari bahwa kita berhubungan langsung dengan Allah.

      Bersikap Jujur dalam Berinteraksi: Baik dalam bisnis, studi, maupun pergaulan sosial, karena sadar akan pengawasan Allah.

      Menghindari Kesyirikan Modern: Seperti bergantung pada jimat, perdukunan, atau ritual yang bertentangan dengan akidah.

      Berlaku Adil: Karena keadilan adalah perintah Allah kepada hamba-Nya.

      Mengikhlaskan Niat dalam Segala Aktivitas: Belajar, bekerja, dan beramal semata-mata untuk Allah, bukan demi popularitas atau keuntungan dunia.

      Memperbanyak Doa dan Tawakal: Menjadikan Allah sebagai tempat bergantung dalam segala usaha dan harapan.

Relevansi Ideologi Tauhid di Masa Kini

Meskipun zaman berubah, prinsip tauhid tetap relevan untuk mengatasi berbagai tantangan modern, seperti:

      Melawan Penyembahan Materi: Di era kapitalisme, tauhid mengajarkan bahwa harta hanyalah sarana, bukan tujuan hidup.

      Menjaga Kesehatan Mental: Tauhid memberikan ketenangan batin dalam menghadapi stres, tekanan sosial, dan krisis identitas.

      Kepemimpinan yang Amanah: Seorang pemimpin yang bertauhid sadar bahwa jabatannya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

      Kritis terhadap Budaya Konsumerisme: Tauhid mengajarkan hidup sederhana dan menolak perilaku boros serta berlebihan.

      Menolak Radikalisme dan Kekerasan: Tauhid yang benar mengajarkan perdamaian, kasih sayang, dan keadilan sosial.

Sebagaimana ditegaskan oleh Saifullah, "Dalam konteks kontemporer, tauhid menjadi fondasi bagi pembentukan karakter Muslim yang toleran, adil, dan berkeadaban global."

Ideologi tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW bukan sekadar ajaran keimanan, melainkan revolusi peradaban. Dengan menjadikan tauhid sebagai pedoman hidup, umat Islam dapat menghadapi perubahan zaman dengan penuh kepercayaan diri, keadilan, dan ketenangan jiwa. Pengamalan tauhid dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi-pribadi mulia yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

 

 

Kontributor : Muh Faqihuddin Minasta

Editor           : Ahmad Robith

 

 

Referensi:

  1. Nurul Huda, "Pentingnya Pemahaman Tauhid dalam Kehidupan Seorang Muslim," Jurnal Studi islam, Vol. 5, No. 1, 2020.
  2. Muhammad Ridwan, "Konsep Tauhid dalam Perspektif Al-Qur'an dan Sunnah," Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 27, No. 2, 2019.
  3. Saifullah, "Tauhid dalam Membentuk Karakter Muslim Modern," Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 11, No. 1, 2021.


 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Harlah : Catatan kecil dalam sebuah perjalanan

         Sebuah catatan ini saya tuliskan ketika disela sela saya melihat story tentang ucapan harlah yang banyak bersliweran di story media sosial. Februari 2025 merupakan bulan ke 2 yang mungkin bagi sebagian orang bulan biasa tanpa perayaan apapun di dalamnya kecuali kalian ulang tahun. Nah di momen ini bagi sebagian orang lain merupakan momentum yang ditunggu yakni tanggal 24 Februari 2025 menjadi harinya rekan-rekan IPNU.      Di hari itu juga, momen yang tepat untuk merefleksi dan  memaknai kembali setahun bahkan lebih ketika mengenal IPNU pada pertama kalinya dan proses didalamnya. Ya, tentunya banyak yang berterima kasih di ruang juang ini. Tapi bagi saya yang selalu berpikiran suudzon terhadap sesuatu izinkan saya untuk menuangkan beberapa keresahan saya dalam bentuk refleksi yang saya catat kali ini.      Ya, betul banyak sekali yang berterima kasih berproses namun layaknya seorang sopir yang harus tahu tentang m...

Siapa Aku?

  ALYA SHOPIA kader IPPNU yang sedang perjalanan pulang selepas rapat, Ketika sampai di depan rumah, Alya melihat Pria di depan rumahnya dengan sebuah kutipan di belakang kaosnya “Cogito Ergo Sum” (aku berpikir, maka aku ada) – RenĂ© Descartes 1596. Membuat Alya terkesan dan menghampirinya. Alya menatapnya, mencoba mengenali wajahnya yang begitu tertutup. “Siapa Kamu ?” Tanya Alya tanpa sadar Pria itu terdiam sejenak, lalu menjawab “Aku.... aku adalah bagian dari dirimu yang belum kamu kenali” Dengan rasa penasaran yang masih menggantung dikeplanya, Alya meninggalkan pria misterius itu sambil menggaruk kepalanya. Sampai di depan pintu Alya melihat Amplop Surat tergelatak. Tak ada petunjuk pengirim, hanya sebait kalimat: “Siapa sebenarnya dirimu, Alya? , Apa makna pilihan yang kamu buat hari ini?” Baru beberapa detik membaca, jantungnya berdebar, di balik kesederhanaan kata itu tersembunyi misteri yang bisa mengguncang segala keyakinan tentang jati diri. Hari itu,...

Kawan atau sekedar Klik

  Ponsel Alya bergetar berkali-kali sebelum azan Subuh. Kembali, grup WhatsApp IPNU-IPPNU penuh dengan pesan. Semuanya dimulai dengan poster pendidikan, stiker, jokes, dan perdebatan panjang tanpa peringatan tentang siapa yang bertanggung jawab atas jadwal pengajian. Bahasa mulai meninggi. Perlahan-lahan muncul sarkas, seolah-olah mereka dapat membenarkan sikap yang tidak akan pernah mereka katakan jika mereka berhadapan langsung. "Kenapa sih grup pengkaderan malah seperti ring tinju?" tanya Rania, yang masih terpejam. Alya hanya berfokus pada layar. Ia merasa ada kesalahan. Namun, di mana letak kesalahannya? Di kelas filsafat keesokan harinya, Dosen Munir menulis sebuah kalimat besar di papan tulis: “mengatakan sesuatu berarti melakukan sesuatu” Alya memperhatikannya baik-baik. Austin (1911) filsuf Inggris, meyakini bahwa ucapan manusia bukan sekadar deskripsi. Ucapan adalah tindakan. Ketika seseorang mengatakan "saya janji" , ia tidak hanya menyebut fakt...