Langsung ke konten utama

IDEOLOGI TAUHID PADA MASA KENABIAN NABI MUHAMMAD SAW

 


Ideologi pada masa kenabian Nabi Muhammad SAW merujuk pada dasar-dasar kepercayaan, nilai, dan prinsip yang dibawa dan ditegakkan oleh beliau dalam menyampaikan risalah Islam. Berikut adalah poin-poin penting mengenai ideologi tersebut:

1.     Tauhid (Monoteisme)

Inti utama ideologi Islam adalah keesaan Allah (tauhid). Nabi Muhammad SAW menolak politeisme (penyembahan banyak tuhan) yang umum di kalangan masyarakat Arab saat itu.

2.     Keadilan dan Kesetaraan

Nabi Muhammad SAW menegakkan prinsip keadilan dan menolak sistem kasta atau ketimpangan sosial. Semua manusia dianggap setara di hadapan Allah.

3.     Akhlaq Mulia

Islam yang dibawa Nabi sangat menekankan akhlak, seperti kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan pengampunan. Misi kenabian beliau sendiri adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

4.     Kebebasan Beragama dan Toleransi

Meski membawa ajaran tauhid, Nabi tidak memaksa orang untuk masuk Islam. Prinsip "tidak ada paksaan dalam agama" (QS Al-Baqarah: 256) menjadi dasar toleransi beragama.

5.     Persaudaraan dan Persatuan Umat

Di Madinah, Nabi membangun komunitas umat berdasarkan piagam Madinah yang menyatukan berbagai kelompok, termasuk Yahudi, dalam satu tatanan masyarakat damai.

6.     Penolakan Terhadap Kezaliman dan Eksploitasi

Beliau menentang penindasan terhadap perempuan, anak yatim, budak, dan kelompok lemah lainnya, serta mengecam praktik riba dan perdagangan yang curang.

 

Tauhid adalah prinsip dasar dalam Islam yang mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah, dipercaya, dan ditaati. Ideologi ini menjadi pondasi utama dakwah Nabi Muhammad SAW dalam membentuk masyarakat beriman, beradab, dan bebas dari kejahiliyahan. Tauhid tidak hanya sebatas keyakinan dalam hati, tetapi juga menjadi pandangan hidup yang mengarahkan seluruh perilaku, keputusan, dan cita-cita manusia.

Pengertian Tauhid Secara bahasa, tauhid berarti mengesakan. Dalam istilah syariat Islam, tauhid bermakna meyakini keesaan Allah SWT dalam rububiyah-Nya (penciptaan, pemeliharaan), uluhiyah-Nya (hak untuk disembah), serta asma’ dan sifat-Nya (nama dan sifat yang sempurna). Keyakinan ini menuntut bahwa segala bentuk penyembahan, ketaatan, dan pengabdian hanya boleh ditujukan kepada Allah.

Pentingnya Tauhid, Tauhid adalah fondasi semua ajaran Islam. Seluruh amal ibadah bergantung pada kebenaran tauhid seseorang. Tanpa tauhid, amal sebaik apapun tidak akan diterima di sisi Allah. Oleh sebab itu, seruan pertama Nabi Muhammad SAW kepada kaumnya adalah: “La ilaha illallah” – sebuah deklarasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tauhid juga menjadi sumber kemerdekaan sejati, membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk, harta, atau hawa nafsu.

 

Ideologi tauhid pada masa kenabian Nabi Muhammad SAW merupakan dasar utama ajaran Islam yang beliau bawa, dan menjadi inti dari misi dakwahnya. Tauhid berarti pengesaan Allah atau meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang layak disembah. Berikut beberapa poin penting tentang ideologi tauhid pada masa kenabian:

1.     Pemusatan Ibadah Hanya kepada Allah

Nabi Muhammad menekankan bahwa semua bentuk ibadah, doa, dan penyembahan hanya boleh ditujukan kepada Allah, bukan kepada berhala, manusia, atau makhluk lain.

2.     Penolakan Terhadap Kemusyrikan

Masyarakat Arab saat itu mayoritas memeluk politeisme dan menyembah berhala. Tauhid datang sebagai kritik terhadap struktur sosial dan religius mereka, yang dipenuhi kesyirikan.

3.     Tauhid Sebagai Fondasi Sosial dan Moral

Tauhid tidak hanya dalam aspek akidah, tapi juga menjadi dasar moral: keadilan, kejujuran, dan solidaritas sosial semua bertumpu pada kesadaran bahwa manusia adalah hamba Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban.

4.     Revolusi Ideologis dan Sosial

Ideologi tauhid membawa perubahan besar menghapus sistem kasta, diskriminasi, dan penindasan. Semua manusia dipandang setara di hadapan Allah.

5.     Perjuangan Nabi Muhammad di Mekkah

Selama 13 tahun di Mekkah, dakwah Nabi difokuskan pada penanaman tauhid. Meskipun menghadapi penolakan dan tekanan, beliau tetap konsisten mengajak masyarakat meninggalkan berhala.

 

Penerapan ideologi tauhid pada masa Nabi Muhammad SAW sangat terlihat dalam kehidupan sehari-hari umat Islam saat itu. Tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah, bukan hanya aspek teologis, tapi menjadi dasar dalam seluruh aspek kehidupan. Berikut beberapa contoh penerapannya:

1.     Ibadah Murni kepada Allah

Umat Islam hanya menyembah Allah dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan seperti menyembah berhala, jin, atau roh leluhur. Salat, zakat, puasa, dan haji dilakukan semata-mata karena Allah.

2.     Etika Sosial yang Berdasarkan Tauhid

Tauhid mengajarkan bahwa semua manusia sama di hadapan Allah. Karena itu, Nabi Muhammad membangun masyarakat yang adil dan egaliter, menghapus diskriminasi suku, ras, dan status sosial.

3.     Kejujuran dan Integritas

Keyakinan bahwa Allah Maha Melihat mendorong umat Islam untuk berlaku jujur dalam berdagang, bekerja, dan bermasyarakat.

4.     Tanggung Jawab dan Amanah

Setiap amanah dipandang sebagai tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Ini tercermin dari pemerintahan Nabi yang adil dan transparan.

5.     Solidaritas Sosial

Tauhid mendorong kepedulian terhadap sesama, terlihat dari sistem zakat, infak, dan sedekah untuk membantu yang membutuhkan.

6.     Penolakan terhadap Tahayul dan Praktik Syirik

Praktik perdukunan, jimat, dan takhayul ditinggalkan karena bertentangan dengan prinsip tauhid.

 

 

Kontributor : M. Anwar Ulinuha

Editor          : Ahmad Robith

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Harlah : Catatan kecil dalam sebuah perjalanan

         Sebuah catatan ini saya tuliskan ketika disela sela saya melihat story tentang ucapan harlah yang banyak bersliweran di story media sosial. Februari 2025 merupakan bulan ke 2 yang mungkin bagi sebagian orang bulan biasa tanpa perayaan apapun di dalamnya kecuali kalian ulang tahun. Nah di momen ini bagi sebagian orang lain merupakan momentum yang ditunggu yakni tanggal 24 Februari 2025 menjadi harinya rekan-rekan IPNU.      Di hari itu juga, momen yang tepat untuk merefleksi dan  memaknai kembali setahun bahkan lebih ketika mengenal IPNU pada pertama kalinya dan proses didalamnya. Ya, tentunya banyak yang berterima kasih di ruang juang ini. Tapi bagi saya yang selalu berpikiran suudzon terhadap sesuatu izinkan saya untuk menuangkan beberapa keresahan saya dalam bentuk refleksi yang saya catat kali ini.      Ya, betul banyak sekali yang berterima kasih berproses namun layaknya seorang sopir yang harus tahu tentang m...

Siapa Aku?

  ALYA SHOPIA kader IPPNU yang sedang perjalanan pulang selepas rapat, Ketika sampai di depan rumah, Alya melihat Pria di depan rumahnya dengan sebuah kutipan di belakang kaosnya “Cogito Ergo Sum” (aku berpikir, maka aku ada) – RenĂ© Descartes 1596. Membuat Alya terkesan dan menghampirinya. Alya menatapnya, mencoba mengenali wajahnya yang begitu tertutup. “Siapa Kamu ?” Tanya Alya tanpa sadar Pria itu terdiam sejenak, lalu menjawab “Aku.... aku adalah bagian dari dirimu yang belum kamu kenali” Dengan rasa penasaran yang masih menggantung dikeplanya, Alya meninggalkan pria misterius itu sambil menggaruk kepalanya. Sampai di depan pintu Alya melihat Amplop Surat tergelatak. Tak ada petunjuk pengirim, hanya sebait kalimat: “Siapa sebenarnya dirimu, Alya? , Apa makna pilihan yang kamu buat hari ini?” Baru beberapa detik membaca, jantungnya berdebar, di balik kesederhanaan kata itu tersembunyi misteri yang bisa mengguncang segala keyakinan tentang jati diri. Hari itu,...

Kawan atau sekedar Klik

  Ponsel Alya bergetar berkali-kali sebelum azan Subuh. Kembali, grup WhatsApp IPNU-IPPNU penuh dengan pesan. Semuanya dimulai dengan poster pendidikan, stiker, jokes, dan perdebatan panjang tanpa peringatan tentang siapa yang bertanggung jawab atas jadwal pengajian. Bahasa mulai meninggi. Perlahan-lahan muncul sarkas, seolah-olah mereka dapat membenarkan sikap yang tidak akan pernah mereka katakan jika mereka berhadapan langsung. "Kenapa sih grup pengkaderan malah seperti ring tinju?" tanya Rania, yang masih terpejam. Alya hanya berfokus pada layar. Ia merasa ada kesalahan. Namun, di mana letak kesalahannya? Di kelas filsafat keesokan harinya, Dosen Munir menulis sebuah kalimat besar di papan tulis: “mengatakan sesuatu berarti melakukan sesuatu” Alya memperhatikannya baik-baik. Austin (1911) filsuf Inggris, meyakini bahwa ucapan manusia bukan sekadar deskripsi. Ucapan adalah tindakan. Ketika seseorang mengatakan "saya janji" , ia tidak hanya menyebut fakt...