Langsung ke konten utama

Kapitalisme dan Liberalisme dalam Kehidupan Pelajar NU: Antara Tantangan dan Peluang

 


Dalam era globalisasi dan modernisasi saat ini, ideologi kapitalisme dan liberalisme semakin meresap ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan dan kehidupan sehari-hari para pelajar. Bagi pelajar yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, memahami dan menyikapi kedua ideologi ini menjadi penting untuk menjaga nilai-nilai keislaman dan kebangsaan yang moderat.

Kapitalisme dalam Dunia Pendidikan

Kapitalisme, dengan prinsip utamanya yaitu akumulasi modal dan keuntungan, telah memengaruhi sektor pendidikan di Indonesia. Hal ini terlihat dari komersialisasi pendidikan yang menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan, bukan lagi sebagai hak dasar setiap warga negara. PBNU menyoroti hal ini dalam konteks UU Cipta Kerja, khususnya Pasal 65, yang membuka peluang sektor pendidikan dikelola dengan motif komersial murni. PBNU menilai hal ini dapat menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan, di mana pendidikan terbaik hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki dana cukup, sementara kalangan ekonomi lemah hanya akan menjadi penonton.

Bagi pelajar NU, kondisi ini menjadi tantangan tersendiri. Mereka harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan pendidikan berkualitas di tengah keterbatasan ekonomi. Selain itu, mereka juga harus kritis terhadap sistem pendidikan yang lebih mementingkan aspek ekonomi daripada nilai-nilai moral dan spiritual.

Liberalisme dan Tantangannya bagi Pelajar NU

Liberalisme, dengan penekanan pada kebebasan individu, juga membawa tantangan bagi pelajar NU. Di satu sisi, liberalisme dapat mendorong kebebasan berpikir dan berekspresi, karena penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, jika tidak disikapi dengan bijak, liberalisme dapat mengikis nilai-nilai tradisional dan keagamaan yang telah lama dijunjung tinggi oleh NU.

Aktivis Keluarga Mahasiswa NU IPB, Nailul Abrar, mengingatkan bahwa liberalisme Islam yang tumbuh subur di kalangan anak-anak muda NU perlu mendapatkan perhatian serius. Jika tidak, hal itu dapat “menggerogoti” dan “menghabisi” NU dari basis sosialnya. Liberalisme pasar sangat bertentangan dengan NU yang sejak awal tumbuh menempatkan diri sebagai komunitas besar yang anti-imperialisme dan monopoli.

Bagi pelajar NU, penting untuk tetap menjaga nilai-nilai keislaman dan kebangsaan yang moderat. Mereka harus mampu menyaring informasi dan ideologi yang masuk, serta tetap berpegang pada prinsip tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan tasamuh (toleran) yang menjadi ciri khas NU.

Peran NU dalam Menghadapi Tantangan Ideologi

NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia memiliki peran penting dalam menghadapi tantangan ideologi kapitalisme dan liberalisme. NU tidak menolak ideologi manapun, tetapi mengambil aspek-aspek positif dari berbagai ideologi yang ada. Wakil Ketua Umum PBNU  K.H. As’ad Said Ali mengatakan bahwa NU tidak anti ideologi manapun, tetapi NU mengambil aspek-aspek positif dari berbagai ideologi yang ada, termasuk ideologi neoliberal.

Dalam bidang ekonomi, NU mendorong ekonomi keumatan yang berbasis pada nilai-nilai Islam dan kebersamaan. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi umat secara bersama-sama untuk kemajuan bangsa. Hal ini penting karena mayoritas warga NU adalah mereka yang berada di daerah dan secara ekonomi masih serba kekurangan.

Dalam bidang pendidikan, NU juga menekankan pentingnya literasi untuk mengatasi dampak kapitalisme. Literasi bukan sekadar menyusun kalimat, tetapi merupakan misi suci untuk membangun kesadaran yang otentik dan sanggup bernegosiasi dengan budaya modern. Melalui literasi, diharapkan bisa mengembalikan agama pada misi awalnya yang emansipatoris.

Kapitalisme dan liberalisme sebagai ideologi global membawa tantangan dan peluang bagi pelajar NU. Di satu sisi, mereka dapat mendorong kebebasan berpikir dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, jika tidak disikapi dengan bijak, ideologi ini dapat mengikis nilai-nilai keislaman dan kebangsaan yang telah lama dijunjung tinggi oleh NU.

Pelajar NU harus mampu menyaring informasi dan ideologi yang masuk, serta tetap berpegang pada prinsip tawasuth, tawazun, dan tasamuh. NU sebagai organisasi keagamaan juga memiliki peran penting dalam menghadapi tantangan ini, melalui pengembangan ekonomi keumatan dan literasi yang berkesadaran.

Dengan demikian, pelajar NU dapat tetap eksis dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa, tanpa kehilangan jati diri dan nilai-nilai keislaman yang moderat.

 


Kontributor : Faazanur Muhammad Azzuhry

Editor          : Ahmad Robith

 



Referensi

As’ad, S. A. (2023, Juli 2). NU serap nilai positif dari berbagai ideologi. NU Online. https://nu.or.id/warta/nu-serap-nilai-positif-dari-berbagai-ideologi-hdqmi

Detikcom. (2024, Maret 29). Sarasehan Ulama bahas peran NU dalam ekonomi keumatan hingga hilirisasi. Detik. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7757988/sarasehan-ulama-bahas-peran-nu-dalam-ekonomi-keumatan-hingga-hilirisasi

Jawa Pos. (2020, Oktober 7). Tolak UU Cipta Kerja, PBNU soroti kapitalisme pendidikan. Jawa Pos. https://www.jawapos.com/nasional/01292698/tolak-uu-cipta-kerja-pbnu-soroti-kapitalisme-pendidikan

Nailul, A. (2023, Maret 18). Liberalisme Islam bertentangan dengan tradisi NU. NU Online. https://www.nu.or.id/warta/liberalisme-islam-bertentangan-dengan-tradisi-nu-ooKSU

NU Ponorogo. (2024, Januari 15). Literasi atasi dampak kapitalisme. NU Ponorogo. https://nuponorogo.or.id/literasi-atasi-dampak-kapitalisme

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Harlah : Catatan kecil dalam sebuah perjalanan

         Sebuah catatan ini saya tuliskan ketika disela sela saya melihat story tentang ucapan harlah yang banyak bersliweran di story media sosial. Februari 2025 merupakan bulan ke 2 yang mungkin bagi sebagian orang bulan biasa tanpa perayaan apapun di dalamnya kecuali kalian ulang tahun. Nah di momen ini bagi sebagian orang lain merupakan momentum yang ditunggu yakni tanggal 24 Februari 2025 menjadi harinya rekan-rekan IPNU.      Di hari itu juga, momen yang tepat untuk merefleksi dan  memaknai kembali setahun bahkan lebih ketika mengenal IPNU pada pertama kalinya dan proses didalamnya. Ya, tentunya banyak yang berterima kasih di ruang juang ini. Tapi bagi saya yang selalu berpikiran suudzon terhadap sesuatu izinkan saya untuk menuangkan beberapa keresahan saya dalam bentuk refleksi yang saya catat kali ini.      Ya, betul banyak sekali yang berterima kasih berproses namun layaknya seorang sopir yang harus tahu tentang m...

Siapa Aku?

  ALYA SHOPIA kader IPPNU yang sedang perjalanan pulang selepas rapat, Ketika sampai di depan rumah, Alya melihat Pria di depan rumahnya dengan sebuah kutipan di belakang kaosnya “Cogito Ergo Sum” (aku berpikir, maka aku ada) – RenĂ© Descartes 1596. Membuat Alya terkesan dan menghampirinya. Alya menatapnya, mencoba mengenali wajahnya yang begitu tertutup. “Siapa Kamu ?” Tanya Alya tanpa sadar Pria itu terdiam sejenak, lalu menjawab “Aku.... aku adalah bagian dari dirimu yang belum kamu kenali” Dengan rasa penasaran yang masih menggantung dikeplanya, Alya meninggalkan pria misterius itu sambil menggaruk kepalanya. Sampai di depan pintu Alya melihat Amplop Surat tergelatak. Tak ada petunjuk pengirim, hanya sebait kalimat: “Siapa sebenarnya dirimu, Alya? , Apa makna pilihan yang kamu buat hari ini?” Baru beberapa detik membaca, jantungnya berdebar, di balik kesederhanaan kata itu tersembunyi misteri yang bisa mengguncang segala keyakinan tentang jati diri. Hari itu,...

Kawan atau sekedar Klik

  Ponsel Alya bergetar berkali-kali sebelum azan Subuh. Kembali, grup WhatsApp IPNU-IPPNU penuh dengan pesan. Semuanya dimulai dengan poster pendidikan, stiker, jokes, dan perdebatan panjang tanpa peringatan tentang siapa yang bertanggung jawab atas jadwal pengajian. Bahasa mulai meninggi. Perlahan-lahan muncul sarkas, seolah-olah mereka dapat membenarkan sikap yang tidak akan pernah mereka katakan jika mereka berhadapan langsung. "Kenapa sih grup pengkaderan malah seperti ring tinju?" tanya Rania, yang masih terpejam. Alya hanya berfokus pada layar. Ia merasa ada kesalahan. Namun, di mana letak kesalahannya? Di kelas filsafat keesokan harinya, Dosen Munir menulis sebuah kalimat besar di papan tulis: “mengatakan sesuatu berarti melakukan sesuatu” Alya memperhatikannya baik-baik. Austin (1911) filsuf Inggris, meyakini bahwa ucapan manusia bukan sekadar deskripsi. Ucapan adalah tindakan. Ketika seseorang mengatakan "saya janji" , ia tidak hanya menyebut fakt...